12
Maret 2020
Sejak
bangun pagi, aku tahu bahwa hari ini tidak akan berjalan dengan baik-baik saja.
Email pertama yang menyambutku begitu aku membuka mata dikirim oleh Faulkner
Performing Arts Center. Isinya adalah pembatalan konser musik yang sedianya
diselenggarakan Jumat besok. Untungnya, uang tiket dikembalikan 100%, jadi aku
tidak merugi dari sisi materi.
Sebelum
kelas elektromagnetik dimulai, Professor Hu sempat menyinggung masalah
kemungkinan midterm diselenggarakan online. Kelas itu berakhir pukul
10.45, aku langsung mengambil handphone dari laci depan ranselku, dan
disambut dengan 2 email serta ratusan chat dari grup Global UGRAD
di Whatsapp. Email pertama dikim oleh World Learning, lembaga yang mengurusiku
selama hidup di sini. Isinya adalah pembatalan summit yang sedianya
dilaksanakan tanggal 5 April. Email kedua dari advisorku di Washington
DC, isinya larangan keras bagiku untuk melakukan segala jenis perjalanan ke luar
kota. Sial.
Aku
pergi ke toilet di jurusan Fisika, dan menangis di sana. Isi grup juga
penuh dengan racauan dan tangisan. Jangan ditanya lagi apa yang sudah aku siap
dan harapkan dari summit ini. Terlalu banyak. Aku menelpon Arzu dan dia
berkata dia sedang di Union. Aku melangkahkan kaki ke sana, dan menemukannya
sedang duduk lesu di ruangan pertama, di sofa yang menghadap dengan perapian.
Kami berdua tidak punya kata-kata untuk dibicarakan, tapi kami tahu, ada luka yang sedang kami bagi bersama.
Tiket
yang sengaja kupesan tanggal 2 April sebagai bentuk ‘hadiah ulang tahun’ harus
lenyap. Begitu juga mimpi ke New York untuk berfoto di Patung Liberty, Times
Square, dan Brooklyn Bridge. Mimpi ke Washington DC untuk berkeliling menghirup
aroma politik dan sejarah negeri ini juga harus ikut kupadamkan. Maka, apa
artinya aku membawa sasando jauh-jauh menyeberangi pasifik? Belum lagi beberapa
kain tenun dan kebaya. Larangan perjalanan juga berarti rencanaku pergi ke Seattle
harus hangus tidak bersisa. Kami hanya terduduk lesu di sana, sampai
jam menunjukkan pukul 2 siang dan kemudian beranjak pergi ke kelas masing-masing.
Aku
berjalan menuju Kimpell untuk mengikuti kelas sejarah. Kelas sedang seru-serunya
berdiskusi tentang perlakuan pemerintah pada warga keturunan Jepang setelah
peristiwa Pearl Harbor, ketika serentak semua mendapatkan notifikasi. Email
panjang itu dikirim oleh Rektor, isinya pembatalan semua kelas di sisa hari ini
dan peralihan ke kelas online terhitung hari Senin depan. Diskusi itu terpotong
begitu saja, semua langsung mengambil tas dan beranjak. Aku sempat mengucapkan
salam kepada dosen sejarah. Aku berkata padanya bahwa selama belasan tahun
sekolah, ini kelas sejarah paling menyenangkan yang pernah ku ikuti, meski
tugas dan bahan bacaan tidak pernah main-main. Ia berterima kasih dan berkata
bahwa Ia berharap hari-hari sebelumnya pernah mengajakku menikmati secangkir
kopi sambil bertukar pikiran. Katanya, aku salah satu mahasiswa yang essaynya
paling lengkap dan detil padahal aku adalah mahasiswa internasional, yang
artinya baru pernah belajar Amerika saat berkuliah di sini. Kami berdua
mengucapkan salam perpisahan dan berharap kesehatan yang baik bagi satu sama
lain.
Aku
seharusnya kembali ke asrama sekarang. Semua kelas di sisa hari ini sudah
dibatalkan. Tapi entah mengapa hatiku bersikeras bahwa aku harus pergi ke Discovery
Hall. Harus. Maka begitu menyeberangi perempatan antara kimpell-founder-gibson-chi
omega, aku langsung memotong setapak Greek Theater dan menuju ke Discovery
Hall. Keluar dari elevator, aku langsung menuju ke ruangan bernomor
320 yang persis berada di sebelah kiri. Aku menemukan Wendy di depan sedang
berbicara, dan setengah teman sekelasku termasuk kamu sedang duduk di sana.
Ternyata Wendy memilih untuk menyelesaikan semua midterm speech
hari ini. Instingku tepat. Aku harus datang, ini kelas tatap muka terakhir
meski pidatoku sudah selesai di hari Selasa. Wendy terkejut dengan kehadiranku
yang tiba-tiba, karena memang tidak ada mahasiswa lain yang datang selain
mereka yang dijadwalkan berpidato hari ini.
“Hey
Yona! Come for support?” tanya Wendy
“I..
just wanna come before everything go online. I’ll miss going to class”
“Okay,
I’m glad you here. Please take a seat”
Aku
kemudian mengambil duduk tepat di belakangmu. Sepanjang pidato, aku hanya
menyimak dalam diam. Sadar bahwa ini kelas terakhir dan wajah-wajah ini mugkin
tidak akan kulihat lagi. Kelas ini kelas favoritku. Bukan semata karena aku
bisa menjumpai manik abu-abu milikmu, tapi juga karena ini kelas paling diverse
yang pernah ku ikuti selama bersekolah. Kapan lagi aku punya teman dari Korea,
Jepang China, Denmark, Arab, Nicaragua dan Jerman dalam satu kelas? Sembilan
teman dari Arab jelas jadi penawar yang baik di setiap penghujung Selasa dan
Kamis yang melelahkan. Mereka kocak dan selalu punya lelucon yang bisa kita
tertawai bersama.
Begitu
giliranmu selesai dan kamu kembali ke tempat duduk semula tapi membalikkan
badan ke arahku.
“What?”
tanyaku
“Are
you..” kamu tidak melanjutkan
“What?”
tanyaku
penasaran
“Nothing”
kamu lalu membalikkan badan kembali ke arah depan
“What?”
ada
sedikit nada frustasi di sana
“Nothing”
katamu sambil menggelengkan kepala dengan tatapan masih ke arah depan
Aku
tidak bertanya lagi.
Begitu
semua mahasiswa selesai dengan pidatonya, Wendy menyampaikan terima kasih dan
berharap semua baik-baik saja. Ia berjanji akan mengusahakan sebaik
mungkin agar kelas online tetap berjalan dengan seru. Kita sama-sama
mengenakan tangga. Kali ini hening, tidak ada yang mau membuka suara. Kamu
kemudian membukakan pintu bagiku dengan tangan kiri, sambil tangan kanan
memegang gitar yang tadi kamu demonstrasikan saat pidato.
“Thank you” kataku
“No worries. See you”
“See you”
Aku
pulang, dan menangis sejadi-jadinya.
Semangat Yon ❤
ReplyDeleteGreek Theater, salah satu tempat favorit. Ada lorong bersemen di dekat situ yang biasa saya lalui dengan sepeda. Sebuah cerita bernada sangat modern.
ReplyDeleteGreek Theater, salah satu tempat favorit. Ada lorong bersemen di dekat situ yang biasa saya lalui dengan sepeda. Sebuah cerita bernada sangat modern.
ReplyDeleteTerima kasih. Greek Theater memang indah, biasanya kalau jalan di situ sering ditemani tupai.
Delete