Skip to main content

Hari Esok Pendidikan Indonesia; What Can We Do?

 





Saya paham bahwa diberi kesempatan untuk berkuliah di luar negeri, hakekatnya bukan hanya untuk membagikan cerita-cerita akhir pekan atau cerita jalan-jalan. Kami, yang diberi kesempatan belajar di jauh sana, diharapkan bisa membawa pulang pelajaran berharga untuk teman-teman kami, khususnya dalam hal belajar. Di titik ini, saya belum bisa membawa hasil penelitian atau sesuatu hal yang terlalu luar biasa. Yang bisa saya bawa saat ini adalah hasil pengamatan dan pengalaman saya selama mengikuti proses perkuliahan di sana.

Kita tentu berharap suatu saat nanti, kualitas institusi-institusi pendidikan kita bisa setara dengan kualitas institusi-institusi pendidikan di sana. Tapi untuk sampai ke sana, jelas butuh kerja sama banyak pihak. Kita memerlukan peningkatan fasilitas belajar, terbukanya akses-akses untuk jurnal-jurnal internasional, ketersediaan ruang-ruang belajar non kelas, dan masih banyak lagi. Maka untuk sekarang, apa yang bisa kita (mahasiswa dan dosen) bisa lakukan? Kita bisa mulai dari meniru kebiasaan belajar mereka di sana.

            Dalam tulisan ini, saya mencoba mendaftar dan menjelaskan hal-hal apa saja yang bisa kita terapkan, untuk setidaknya kualitas pembelajaran di kelas meningkat. Berikut poin-poinnya:

1.      Tepat Waktu

Pembelajaran di kelas jelas mengikuti jadwal, dan diharapkan mahasiswa hadir tepat waktu. Tapi yang sering terjadi di kelas-kelas kita adalah, bukan hanya satu atau dua mahasiswa yang sering telat, dosenpun sering telat. Kadang kala, mahasiswa harus menunggu dosen hingga setengah jam lamanya. Syukur-syukur jika dosen masih bisa dihubungi untuk menanyakan kejelasan perkuliahan hari itu, kadang ada yang sudah ditunggu tapi tak juga datang. Ini realita yang masih sering kita temui di kelas-kelas kita.

Di sana, dosen dan mahasiswa hadir tepat waktu. Beberapa dosen saya bahkan hadir 10 menit sebelum kelas dimulai untuk mempersiapkan alat-alat (menghapus papan, membuka file powerpoint, dsb), begitu jam tepat menunjukkan waktu yang ditentukan, perkuliahan tepat dimulai. Jika memang ada kendala tertentu yang mengakibatkan kelas tidak bisa dilangsungkan hari itu, dosen wajib mengirimkan email pemberitahuan maksimal 2 jam sebelum kelas dimulai karena jika tidak, dosen akan mendapat teguran langsung dari pihak fakultas. Jadi tidak ada cerita mahasiswa sudah hadir di kelas tapi dosen tak kunjung datang.

Kelas yang batal itu, digantikan dengan tugas atau kelas lain di hari yang sesuai dengan jadwal kelas itu. Jadi, tidak ada cerita kelas hari selasa pagi diganti ke rabu sore. Mengapa? Karena waktu adalah salah satu hal krusial. Mahasiswa di sana tidak hanya berkuliah, sebagian besar juga bekerja. Mahasiswa dipandang bukan sebagai individu yang hanya belajar, dan hanya dosenlah yang punya kepentingan di sana-sini. Mahasiswa juga. Mahasiswa juga punya kerja, organisasi, komunitas, dan kepentingan-kepentingan lain yang juga sudah terjadwal, jadi tidak elok dan sangat egois rasanya jika hal-hal itu harus batal atau jadwalnya berantakan hanya karena satu kelas diganti jadwalnya.

Ada pepatah yang berkata “time is money”, waktu berharga. Ketika proses pembelajaran dilaksanakan tepat waktu, serta pihak yang mengajar dan diajar menghargai waktu tersebut, kegiatan belajar bisa berjalan jauh lebih efektif. Dosen tidak perlu terburu-buru dalam menjelaskan karena ‘mulai telat’ atau ‘keburu waktu’ dan mahasiswa juga punya waktu untuk bertanya dan berdiskusi lebih banyak.

2.      Membaca dan membaca

Bertahun-tahun saya bersekolah, saya merasa sah-sah saja untuk masuk kelas tanpa membaca terlebih dahulu. Di sana, masuk kelas tanpa membaca terlebih dahulu rasanya seperti sesuatu yang haram. Membaca bukan hanya diwajibkan untuk kelas-kelas sejarah atau hukum yang memang berkutat dengan banyak literatur, di kelas Fisika yang notabenenya lebih banyak berhadapan dengan rumus-rumus, mahasiswanya diharapkan sudah membaca lebih dahulu tentang teori-teori dan konsep-konsep fisika, sebelum di kelas nanti, rumusnya diturunkan lebih lanjut. Saya sempat bertanya ke beberapa teman, dan jawaban mereka hampir sama: “rasa-rasanya tidak ada dari kami yang berani masuk kelas tanpa membaca terlebih dahulu”.

Materi perkuliahan yang hendak diajarkan, sudah diunggah oleh dosen maksimal H-1 sebelum kelas itu dimulai. Di bagian akhir materi biasa tertera buku-buku apa dan bab-bab berapa saja yang dijadikan referensi dan perlu dibaca lebih lanjut oleh mahasiswa. Jadi, kami sama sekali tidak punya alasan untuk tidak belajar dan membaca terlebih dahulu. Kebiasaan ini akan sangat baik jika diterapkan oleh kita semua. Masuk kelas tidak dengan kepala yang kosong, tapi sudah dengan ‘bekal-bekal’ dasar akan membuat proses belajar di kelas jauh lebih efektif karena semua jelas sudah berada di ‘titik start’ pemahaman yang sama sebelum materi dijelaskan.

3.      Bertanya

Tidak ada pertanyaan yang bodoh, semua pertanyaan yang diajukan di dalam kelas butuh jawaban dan diskusi lebih lanjut. Di minggu-minggu awal perkuliahan, saya masih malu-malu untuk bertanya. Takut sekali jika ketika menyampaikan pertanyaan, bahasa Inggris saya tidak terstruktur atau malah tidak dimengerti oleh dosen, takut dijudge karena bertanya hal-hal remeh, yang mungkin seharusnya sudah dipahami. Saya mendiskusikan masalah ini dengan advisor saya, dan jawabannya demikian : “Yona, tidak ada pertanyaan yang bodoh di dalam kelas”.

Sejak itu, saya memilih untuk melawan rasa takut saya dan bertanya setiap kali ada hal yang kurang saya pahami. Semua mahasiswa berhak bertanya, dan setiap pertanyaan berhak mendapat jawaban. Diskusi di kelas berjalan dengan seru, semua pertanyaan dan pendapat dihargai, tidak memandang siapa atau warna kulit apa atau dari suku apa orang yang mengajukan pertanyaan itu. Ruang akademik hidup, dan pembelajaran berjalan jauh lebih menyenangkan.

Sering kita temui, ketika dosen selesai memaparkan materi dan membuka ruang untuk bertanya, sedikit sekali yang mengangkat tangan (bahkan terkadang, sesi bertanya lebih didominasi keheningan). Banyak faktor yang menyebabkan ini, seperti misalnya mahasiswa sendiri yang tidak menyimak materi dengan baik, takut berbicara, juga takut pertanyaannya dinilai ‘kurang akademik’. Faktor yang pertama jelas keteledoran mahasiswa sendiri, faktor kedua bisa diasah dengan melatih kemampuan berbicara, sementara faktor yang ketiga mungkin perlu saya ingatkan lagi: tidak ada pertanyaan yang bodoh.

4.      Komunikasi yang baik

Berapa banyak dari kita yang sering kali mengerjakan tugas tapi tidak tahu solusinya? Sudah membaca banyak referensi, memakai rumus ini dan itu tapi tak kunjung mendapat jawaban? Dahulu ketika mengerjakan tugas, saya sering mengosongkan jawaban di nomor yang tidak saya dapat solusinya. Ini terjadi selama bertahun-tahun, dan saya merasa baik-baik saja.

Ketika di sana, para dosen membuka komunikasi seluas-luasnya bagi mahasiwa, tinggal bagaimana kami sebagai mahasiswa memanfaatkan peluang itu. Pernah satu kali, saya sedang mengerjakan tugas dari salah satu mata kuliah dan saya sama sekali tidak mendapatkan solusinya. Dengan kegusaran itu, saya mengirimkan email kepada dosen saya dan dengan jujur berkata bahwa saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas yang dia berikan. Dosen saya membalas email itu dengan meminta saya datang ke kantornya saat office hours untuk berdiskusi lebih lanjut tentang bagian mana yang tidak saya pahami.

Contoh seperti ini sangat baik jika kita terapkan. Dosen yang membuka komunikasi dan mahasiswa yang berani mengambil kesempatan itu, juga bersedia berterus terang ketika ada hal yang tidak dimengerti.

 

            Di akhir tulisan ini, saya hanya berharap semoga poin-poin di atas bisa kita terapkan di ruang-ruang kelas kita. Memang, pendidikan di Indonesia belum setara dengan mereka di sana, tapi kebiasaan-kebiasaan baik seperti ini bisa kita terapkan, bukan?

  

Comments

Popular posts from this blog

Global UGRAD Program; Proses Seleksi, Tips dan Trik

Tulisan-tulisan saya sebelumnya banyak bercerita mengenai kehidupan saya di Amerika Serikat, tepatnya di Kota Fayetteville, Arkansas. Di tulisan kali ini, saya akan membahas mengenai beasiswa yang memberangkatkan, menyekolahkan dan menghidupi saya selama hidup di sana. Beasiswa Global UGRAD. Global Undergraduate Exchange Program (Global UGRAD) merupakan salah satu program beasiswa yang disponsori oleh US Department of State dan dikelola oleh World Learning. Beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa/mahasiswi jenjang studi S1 dari berbagai negara untuk berkuliah selama 1 atau 2 semester di universitas-universitas di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, proses seleksi beasiswa ini dikelola oleh AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation). Untuk deskripsi lebih lengkap mengenai program ini, silakan klik tautan berikut:  https://www.worldlearning.org/program/global-undergraduate-exchange-program/  dan untuk persyaratan-persyaratannya, silakan klik tautan berikut:  https://www.amin

Tujuh Petualang

Tennessee, 17-20 Januari 2020 “ I wanna go to Tennessee” kataku pada Arzu pagi itu. “ Me too! Well, let’s go next weekend! we have a break next Monday, so looong weekend is coming!” balasnya. Yang kuingat adalah, esok lusanya sudah ada lima orang teman lain yang bergabung dengan kami untuk pergi ke Tennessee. Arzu memang benar-benar mengejutkan dan sangat bisa diandalkan dalam urusan mengumpulkan orang. Malam-malam berikutnya dipenuhi dengan meeting di basement untuk membahas trip ini. Ada yang mencari rental mobil dengan harga murah dan bisa menyewakannya untuk pengemudi di bawah 25 tahun, ada yang mencari penginapan, ada yang mencari info ke mana harus menyewa kamera, dan aku bertugas untuk membuat daftar tempat wisata yang akan dikunjungi. Semua sibuk. Diskusi di basement kadang berpindah ke Slim Chicken sambil masing-masing menyantap makan malam. Hari itu akhirnya tiba. Mobil, penginapan, jajan, dan kamera sudah siap. Kami berangkat dari Fayetteville sekitar pukul 5 sore,

Aku Sudah Di Sini

Fayetteville, 6 Januari 2020 Aku sudah benar-benar di sini. Ini sudah pukul delapan malam, dan aku baru punya momen sunyi untuk menyadari bahwa sungguh aku sudah benar-benar di sini. Pesawatku mendarat di Northwest Arkansas Regional Airport pukul 11.57, dan aku tiba di kampus pukul 13.00. Begitu tiba, aku langsung mengurusi beberapa administrasi yang berkaitan dengan asrama, dilanjutkan dengan pergi berbelanja di Walmart untuk mengisi kamarku yang kosong, serta keperluan-keperluanku yang lain. Aku tiba kembali di kampus sekitar pukul 17.00, membawa seluruh hasil belanjaku ke kamar, memasang seprai yang baru kubeli, dan mencoba terlelap. Tapi tak bisa. Usahaku untuk terlelap memakan waktu satu jam, dan sungguh selelah apapun aku tetap tidak bisa tidur. Aku menghubungi Arzu temanku dan mengajaknya makan malam. Kami makan di satu-satunya restoran cepat saji di dalam lingkungan kampus yang untungnya sudah dibuka. Perkuliahan baru akan dimulai minggu depan, kampus masih sepi. Dining Hal